Sekitar akhir November kemarin saya bersama 6 orang blogger Bandung mendapatkan undangan yang spesial dari MPR untuk mengikuti Netizen Gathering di Solo. Terpilih untuk mewakili Bandung adalah sebuah kehormatan bagi saya. Selain memang saya juga exciting sih untuk mengunjungi Solo. Panasnya Solo saya abaikan dengan hangatnya suasana acara. So, tagar #IniBaruIndonesia emang pas banget.
Postingan perdana saya tentang cara gathering ini ada di sini.
Setelah acara makan malam dan ritual foto, saya segera masuk kamar. Cape dan ngantuk, sekalian saya juga harus menyimpan tenaga agar acara resmi besok paginya saya ga ngantuk. O, ya kerennya panitia ini sudah mengatur sedemikian rupa aga room mate-nya di-acak. Jadinya kita ga sekamar dengan teman yang satu kota lagi. Kebetulan juga, tim dari Bandung yang perempuan cuma saya dan Evi Sri Rejeki.
Foto bareng Netizen dengan MPR, sumber: grup WA |
Selama 2 hari di Solo, saya menginap dengan Intan, yang masih kinyis-kinyis alias mahasiswa. Usianya setengahnya dari saya. Lebih cocok jadi ponakan daripada adik, ya? Hehehe.... Meski kuliahnya di Jogja, Intan ini sebenarnya asli Solo, lho. Setelah mandi dan ngobrol sebentar, masing-masing dari kami segera menyusup ke balik selimut dan tidur nyenyak, Zzzzzz.... alhamdulillah.
Setelah sarapan pagi, semua peserta gathering segera bergabung dengan kelompoknya masing-maing. Saya dan Intan barengan lagi satu kelompok di kelompok 2 yang membahas media sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan. By the way, masih inget ga pelajaran Tata Negaranya dulu waktu SMA atau kuliah? Atau yang sebayaan dengan saya pasti inget deh dengan butir-butir Pancasila yang yang terdiri dari 36 butir itu. Dulu saya masih inget, kata perr kata tidak lebih tidak kurang. Sekarang? hehehe.... jangan ditanya, sudah lupa. Tapi saya masih inget dong 5 sila dari Pancasila.
Balik lagi soal 4 Pilar Kebangsaan, sudah tahu belum? Atau lupa? Yuk inget lagi.
Gimana, mudah diingat, kan?
Diskusi kelompok kami berlangsung seru. Tadinya sempat bingung juga setelah ngintip bahan diskusi yang diberi panitia, email berisi brief yang cukup tebal kalau diprint. Diksinya yang khas dengan gaya formal tentu harus bisa kami terjemahkan jadi lebih mudah dicerna agar sosialisasi yang kami sampaikan jadi lebih mudah dicerna oleh orang awam.
Diskusi seru serius tapi santai. Dokumen pribadi |
Berangkat dari latar yang berbeda, sempat terjadi diskusi hangat siapa yang akan kami bidik untuk sosialisasi dan pemahaman 4 pilar kebangsaan ini. Yang muda dan masih SMA atau kuliah tentunya lebih suka menyasar teman sebayaannya. Saya yang berasal dari komunitas yang segmen usianya berbeda-beda lebih suka memilih secara general. Kesimpulannya, masing-masing dari kami akhirnya akan menyampaikan sosialisasi soal 4 pilar ini dengan lingkungan yang paling mudah diakses, baik secara online ataupun offline. Kalau MPR mengambil jalur formal untuk sosialisasi ini, maka jalur informalnya akan jadi garapan para Netizen. Tunggu saja aktivitas seru kami di sosmed atau aara offline, ya.
foto dari grup WA Netizen MPR |
Bukan sekali ini lho usaha MPR untuk mencairkan sekat-sekat yang terasa kaku antara lembaga tinggi negara dengan masyarakatnya. Ke depannya insya Allah akan banyak acara yang digelar bersama para netizen. Hmm, mudah-mudahan teman-teman yang membaca postingan ini juga bisa bergabung dalam kolaborasi asik ini.
Berhenti Mencari Perbedaan. Mulailah Bergandeng Tangan. #IniBaruIndonesia
Dari 4 pilar kebangsaan di atas itu, sosialisasi poin yang menurut saya paling kongkrit dan mudah dikenalkan adalah Bhineka Tunggal Ika. Menghargai perbedaan seharusnya tidak membuat kita jadi kagok atau menjauh. Contohnya nih, rata-rata peserta acara gathering ngobrol dengan bahasa Jawa. Sedikit-sedikit saya bisa menangkap artinya meski ga ngerti, alias roaming, hehehe... Sisi positifnya saya jadi nambah kosa kata. Tuh, kan!
Begadang malam bareng-bareng. Foto: Atanasia Rian |
Well, waktu terus berlari. Perubahan itu adalah keniscayaan. Kehidupan yang modern dan segala kecanggihannya tidak bisa kita hindari. Tapi sebisa mungkin harus kita minimalkan pengaruh negatifnya. Saya percaya bangsa Indonesia itu banyak yang kreatif. Buktinya bisa kita lihat di media sosialnya. Tapi jangan lupa ya, stop marah-marahnya, mari mulai bersikap ramah.
Sejak dulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah dan hangat. Dulu, sekarang dan nanti. Setuju?
Postingan berikutnya nanti saya mau cerita kunjungan peserta Gathering ke Keraton Solo dan beberapa tempat wisata lainnya. Tunggu, ya!
hahahaha....foto yg di atas itu paling gokil deh
ReplyDeleteHahaha.... Iya nih, pak Nurdin yang punya ide gokil itu, mbak.
Delete