Friday, 19 December 2014

Oleh-oleh Seminar Imunisasi Bio Farma


Beberapa tahun yang lalu,  saya sempat  memerhatikan timeline di FB beberapa teman yang membagikan  tautan  bahaya  imunisasi. Ada yang  bilang  malah mengancam keselamatan  bayi,  sampai  isu  yang lebih sedap, konspirasi  yahudi! Wih, gimana  ga sedap, coba? Saya sempat termakan isu  itu  dan berpikir  kalau  nanti  punya anak  ga mau pake imunisasi.
 
Oleh-oleh Seminar  Imunisasi  Bio Farma
credit: pharmacytimes.com
Kasian  banget, deh saya. Termakan  sama isu  dari sumber  yang teramat geje,  alias  ga jelas dan ga  bertanggung jawab.  Isu  yang lebih kejam dari pembunuhan sampai kemudian saya tercerahkan setelah menyimak  tanya  jawab di radio  Oz  Bandung. Ustad Aam Amirudin  yang akrab di sapa  Pak Aam oleh jamaahnya  ini menjawab pertanyaan  pendengar  soal  perlu enggaknya imunisasi.
 Nah, di sini  hot  buttonnya.  Sebelah mana coba bahayanya imunisasi?  Padahal  produsen  imunisasi  yang dipakai oleh Pemerintah  itu  buatan Indonesia, Bio Farma. Plak!  Saya jadi mikir.  Iya,  ngapain coba Bio Farma  mau bunuh diri membunuh  anak-anak negeri ini, sih? Huhuhu...   isu  memang kejam.

Masih banyak kekepoan saya  soal imunisasi.  Lagi-lagi saya nemu hot buttonnya setelah teh Junet alias  teh Junita Sari Siregar  yang bekerja di Bio Farma  mengundang blogger  Bandung buat  menghadiri acara  Seminar Imunisasi  yang diselenggarakan  di GSGnya Bio Farma.  Yes,  saya segera  konfirmasi  untuk hadir di acara ini.
 
Oleh-oleh Seminar  Imunisasi  Bio Farma
foto: pribadi
Enggak rugi buat menyimak paparan tentang Imunisasi di seminar ini. Selain dipandu  oleh  moderator  cantik dan smart,  Soraya  Haque, ada dokter  Piprim  Yanuarso, SpA (K) (sekjen IDAI), dokter Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),  dan Ustadz DR Aam Amirudin  yang jadi  nara sumber membuat durasi  acara  ini  terasa  singkat.

Dikemas dengan   bahasa  yang ringan dan mudah dimengerti,  peserta seminar  (khususnya saya) mendapat banyak informasi pencerahan soal imunisasi ini. Apalagi nih, sebentar lagi  kita akan memasuki  MEA alias Masyarakat Ekonomi ASEAN. Harus bisa bersaing dong dengan tetangga  kalau  tidak mau kena libas. Salah satu  modal pentingnya itu ya  tubuh  yang sehat.  Gimana bisa bergerak dengan dinamis dan bersaing  kalau masih direcoki dengan  penyakit?

Padahal masyarakat Indonesia sedang sedang mengalami transisi. Bukan hanya pergeseran dari masyarakat  agraris  menjadi masyarakat industri aja,  tapi juga  transisi demografi dan transisi epidemiologi.  Selain  mengalami pertambahan jumlah penduduk  yang tidak sedikit,  (ada sekitar   900.000an bayi  yang lahir di Jawa Barat saja), kita juga  terancam  dengan  penyakit yang  mengerikan.  Kasus Ebola  yang  sedang hangat-hangatanya dan munculnya  penyakit lama  seperti difteri jadi  peringatan besar  kalau yang namanya imunisasi itupenting banget.

Setidaknya (masih  cakupan  Jawa Barat) dalam setiap tahunnya ada  sekitar 1,1 juta  ibu hamil,  2,5 juta anak SD  kelas 1-3 dan ratusan jemaah haji  yang memerlukan  vaksin  untuk memperkuat daya tahan tubuhnya terhadap serangan penyakit.

Masalahnya,  cakupan imunisasi di Jawa Barat dan  daerah-daerah lainnya di Indonesia ini direcoki  oleh pro kontra  yang berkembang di masyarakat. Tuduhan  bahwa  imunisasi adalah  konspirasi  asing untuk menghabisi  umat  di muka bum adalah pandangan yang keliru.

Asal tahu aja,  inspirasi dunia  kedokteran itu datangnya dari Ibnu Sina lho,  ilmuwan  yang dikenal dunia barat dengan nama Avicena. Lalu  ada  Ar Razi yang mengembangkan farmasi dan pertama kali mendeskripsikan cacar, ada  Ibnu Nafis  yang dikenal dengan  penemuan sirkulasi darahnya dan ada Bimaristan yang menyodorkan konsep rumah sakit modern. Padahal  pada waktu  yang sama,  orang-orang Perancis  masih ogah mandi dan lebih suka menyemprotkan parfum  untuk mengusir bau badannya. Hiiiy!

Lalu bagaimana soal vaksin? Nah ini  juga  ditemukan kembali oleh orang muslim, lho. Tepatnya pada abad ke-16 di Turki. Diskusi seputar  vaksin ini paling hangat dan  mendapat respon  positif dari audiens.   MUI, Yusuf Qardhawi  dan negara-negara muslim anggota OKI  juga  tidak mempermasalahkan status  vaksin ini.  

Masalahnya  kita  kadang lebih gampang  percaya dengan isu yang tidak bertanggung jawab daripada  mendengarkan pendapat langsung dari ahlinya yang berkompeten. Mengutip  pembahasan  yang dipaparkan oleh Pak Aam, ada  3 aspek  yang memengaruhi penerimaan  masyarakat terhadap  informasi yang diterima.  2 aspek pertama Aspek rasionalitas   dan logika bisa jadi  buyar alias mental   dengan bantahan aspek ideologis. Selama ini penolakan  terhadap vaksin  dikarenakan masyarakat  lebih percaya pendekatan ideologis  daripada  sains.  Isu halal –haram   dan konspirasi  yahudi  yang jadi ganjalan utama dan alasan kuat  kaum antivaksin menolak  pemberian vaksin  atau imunisasi.

Padahal nih,  Israel  juga memberikan vaksin untuk anak-anak balita dan objek lainnya yang dirasa perlu seperti pada  ibu hamil. Palestina , negara yang setiap  hari  jadi bulan-bulanan Israel  juga  punya cakupan pemberian vaksin  lebih dari 94%.  Begitu juga dengan Italia dan Amerika Serikat. 

Bio Farma sendiri  mengekspor vaksin buatannya  ke 120 negara  termasuk  36 negara  diantaranya negara  muslim. Sementara  di Indonesia, pemberian vaksin  yang diberikan  di puskesmas  itu gratis, enggak harus bayar.

Makanya, jangan  telan bulat-bulat informasi  hoax dari link yang tidak bertanggung jawab.  Referensi untuk narasumber informasi yang valid  soal  imunisasi  ada 4 kriteria  yang perlu diperhatikan,  yaitu :
  • Sudah  mengikuti pelatihan Imunisasi
  • Teratur mengikuti seminar imunisasi
  • Sudah melakukan  pemberian imunisasi
  • Melakukan Penelitian Imunisasi
Untuk informasi  online,  link yang  terpercaya adalah :
  • Idai.or.id
  • Rumahvaksin.net
 FB : 
  • Info_Imunisasi
  • Room For Children (grup)
  • Stop Antivaksin (grup)

Kalau  masih keukeuh dengan  pemberian herbal, coba deh perhatikan Cina, India, negara-negara Amerika  Latin dan Jazirah Arab yang punya tradisi  herbal yang kuat,  masyarakatnya sangat sadar  dengan pemberian vaksin.  Rasanya cuma Indonesia aja yang heboh sendiri.
Coba deh cek ricek juga beberapa nama  yang dicatut  sebagai referensi para  pendukung anti vaksin. Misalnya Leonard  Horowitz  yang diklaim sebagai  ahli  kanker dan mendukung antivaksin. Padahal  realnya dia adalah   ahli geologi, lho.  Jangan percaya  hasil  googling yang bilang dia seorang  dokter.  

Kira-kira aja deh, masa  Leonard Horowitz   yang masih percaya  klenik,  ngaku nabi dan dituntun malaikat  punya pendekatan  yang  rasional dan ilmiah? Ini dia ceritain dalam bukunya  yang berjudul Walking on Water, lho.  Masih banyak beberapa  nama  yang tidak jelas asal usulnya, membelokan fakta  atau malah dicatut  untuk klaim  yang tidak bertanggung jawab..

Share:

6 comments:

  1. Wah, jadi kita menggalakkan penggunaan vaksin ya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Masa kita ga bisa bersain gara-gara fisik lemah. :)

      Delete
  2. Ada pertanyaan saya yang paling menggelitik, sadarkan untuk ekstraksi herbal menggunakan alcohol? Lalu mengapa nggak ada yang ribut masalah halal dan haramnya. Masalah halal kan bukan cuman daging babi saya ya...

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Mbak atas oleh-olehnya. Saya juga kemarin baru baca di sebuah forum soal imunisasi panjang lebar. Akhirnya oleh-oleh Mbak ini juga mendukung informasi yang ada di forum itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Coba deh kepoin FBnya Dr Pripim. Seru dan heboh. Jangan heran kalau debatnya di akun FB beliau terasa panas. Ambil aja ilmunya. Sedikit bocoran, kalau sedang seminar kemarin, Dr Piprim jauh dari kesan galak dan keras. :)

      Delete

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.