Beberapa
tahun yang lalu, saya sempat memerhatikan timeline di FB beberapa teman
yang membagikan tautan bahaya imunisasi. Ada yang bilang
malah mengancam keselamatan bayi, sampai isu yang lebih sedap, konspirasi yahudi! Wih, gimana ga sedap, coba? Saya sempat termakan isu itu
dan berpikir kalau nanti
punya anak ga mau pake imunisasi.
Kasian banget, deh saya. Termakan sama isu
dari sumber yang teramat
geje, alias ga jelas dan ga bertanggung jawab. Isu
yang lebih kejam dari pembunuhan sampai kemudian saya tercerahkan
setelah menyimak tanya jawab di radio Oz
Bandung. Ustad Aam Amirudin yang
akrab di sapa Pak Aam oleh
jamaahnya ini menjawab pertanyaan pendengar
soal perlu enggaknya imunisasi.
Masih
banyak kekepoan saya soal
imunisasi. Lagi-lagi saya nemu hot
buttonnya setelah teh Junet alias teh
Junita Sari Siregar yang bekerja di Bio
Farma mengundang blogger Bandung buat
menghadiri acara Seminar
Imunisasi yang diselenggarakan di GSGnya Bio Farma. Yes,
saya segera konfirmasi untuk hadir di acara ini.
Enggak rugi buat
menyimak paparan tentang Imunisasi di seminar ini. Selain dipandu oleh
moderator cantik dan smart, Soraya
Haque, ada dokter Piprim Yanuarso, SpA (K) (sekjen IDAI), dokter Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Ustadz DR
Aam Amirudin yang jadi nara sumber membuat durasi acara
ini terasa singkat.
Dikemas
dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, peserta seminar (khususnya saya) mendapat banyak informasi
pencerahan soal imunisasi ini. Apalagi nih, sebentar lagi kita akan memasuki MEA alias Masyarakat Ekonomi ASEAN. Harus
bisa bersaing dong dengan tetangga kalau tidak mau kena libas. Salah satu modal pentingnya itu ya tubuh
yang sehat. Gimana bisa bergerak dengan dinamis dan bersaing kalau masih
direcoki dengan penyakit?
Padahal
masyarakat Indonesia sedang sedang mengalami transisi. Bukan hanya pergeseran
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri aja, tapi juga
transisi demografi dan transisi epidemiologi. Selain
mengalami pertambahan jumlah penduduk
yang tidak sedikit, (ada sekitar 900.000an bayi yang lahir di Jawa Barat saja), kita juga terancam
dengan penyakit yang mengerikan.
Kasus Ebola yang sedang hangat-hangatanya dan munculnya penyakit lama
seperti difteri jadi peringatan
besar kalau yang namanya imunisasi itupenting banget.
Setidaknya
(masih cakupan Jawa Barat) dalam setiap tahunnya ada sekitar 1,1 juta ibu hamil,
2,5 juta anak SD kelas 1-3 dan
ratusan jemaah haji yang memerlukan vaksin
untuk memperkuat daya tahan tubuhnya terhadap serangan penyakit.
Masalahnya, cakupan imunisasi di Jawa Barat dan daerah-daerah lainnya di Indonesia ini
direcoki oleh pro kontra yang berkembang di masyarakat. Tuduhan bahwa
imunisasi adalah konspirasi asing untuk menghabisi umat
di muka bum adalah pandangan yang keliru.
Asal
tahu aja, inspirasi dunia kedokteran itu datangnya dari Ibnu Sina
lho, ilmuwan yang dikenal dunia barat dengan nama Avicena.
Lalu ada
Ar Razi yang mengembangkan farmasi dan pertama kali mendeskripsikan
cacar, ada Ibnu Nafis yang dikenal dengan penemuan sirkulasi darahnya dan ada Bimaristan
yang menyodorkan konsep rumah sakit modern. Padahal pada waktu
yang sama, orang-orang
Perancis masih ogah mandi dan lebih suka
menyemprotkan parfum untuk mengusir bau
badannya. Hiiiy!
Lalu
bagaimana soal vaksin? Nah ini juga ditemukan kembali oleh orang muslim, lho. Tepatnya
pada abad ke-16 di Turki. Diskusi seputar
vaksin ini paling hangat dan
mendapat respon positif dari
audiens.
MUI, Yusuf Qardhawi dan negara-negara muslim anggota OKI juga
tidak mempermasalahkan status
vaksin ini.
Masalahnya kita
kadang lebih gampang percaya
dengan isu yang tidak bertanggung jawab daripada mendengarkan pendapat langsung dari ahlinya
yang berkompeten. Mengutip pembahasan yang dipaparkan oleh Pak Aam, ada 3 aspek
yang memengaruhi penerimaan
masyarakat terhadap informasi
yang diterima. 2 aspek pertama Aspek rasionalitas dan logika bisa jadi buyar alias mental dengan bantahan aspek ideologis. Selama
ini penolakan terhadap vaksin dikarenakan masyarakat lebih percaya pendekatan ideologis daripada
sains. Isu halal –haram dan konspirasi yahudi
yang jadi ganjalan utama dan alasan kuat
kaum antivaksin menolak pemberian
vaksin atau imunisasi.
Padahal
nih, Israel juga memberikan vaksin untuk anak-anak balita
dan objek lainnya yang dirasa perlu seperti pada ibu hamil. Palestina , negara yang
setiap hari jadi bulan-bulanan Israel juga punya
cakupan pemberian vaksin lebih dari
94%. Begitu juga dengan Italia dan
Amerika Serikat.
Bio
Farma sendiri mengekspor vaksin
buatannya ke 120 negara termasuk
36 negara diantaranya negara muslim. Sementara di Indonesia, pemberian vaksin yang diberikan di puskesmas
itu gratis, enggak harus bayar.
Makanya, jangan telan bulat-bulat informasi hoax dari link yang tidak bertanggung jawab. Referensi untuk
narasumber informasi yang valid soal imunisasi ada
4 kriteria yang perlu
diperhatikan, yaitu :
- Sudah mengikuti pelatihan Imunisasi
- Teratur mengikuti seminar imunisasi
- Sudah melakukan pemberian imunisasi
- Melakukan Penelitian Imunisasi
Untuk
informasi online, link yang
terpercaya adalah :
- Idai.or.id
- Rumahvaksin.net
FB :
- Info_Imunisasi
- Room For Children (grup)
- Stop Antivaksin (grup)
Kalau masih keukeuh dengan pemberian herbal, coba deh perhatikan Cina,
India, negara-negara Amerika Latin dan Jazirah
Arab yang punya tradisi herbal yang kuat,
masyarakatnya sangat sadar dengan pemberian vaksin. Rasanya cuma Indonesia aja yang heboh
sendiri.
Coba deh cek ricek juga beberapa nama yang dicatut sebagai referensi para pendukung anti vaksin. Misalnya Leonard Horowitz yang diklaim sebagai ahli kanker dan mendukung antivaksin. Padahal realnya dia adalah ahli geologi, lho. Jangan percaya hasil googling yang bilang dia seorang dokter.
Kira-kira aja deh, masa Leonard Horowitz yang masih percaya klenik, ngaku nabi dan dituntun malaikat punya pendekatan yang rasional dan ilmiah? Ini dia ceritain dalam bukunya yang berjudul Walking on Water, lho. Masih banyak beberapa nama yang tidak jelas asal usulnya, membelokan fakta atau malah dicatut untuk klaim yang tidak bertanggung jawab..
Wah, jadi kita menggalakkan penggunaan vaksin ya :D
ReplyDeleteIya. Masa kita ga bisa bersain gara-gara fisik lemah. :)
DeleteAda pertanyaan saya yang paling menggelitik, sadarkan untuk ekstraksi herbal menggunakan alcohol? Lalu mengapa nggak ada yang ribut masalah halal dan haramnya. Masalah halal kan bukan cuman daging babi saya ya...
ReplyDeleteTah eta, teh. Bagaimana kumaha coba? :)
DeleteTerima kasih Mbak atas oleh-olehnya. Saya juga kemarin baru baca di sebuah forum soal imunisasi panjang lebar. Akhirnya oleh-oleh Mbak ini juga mendukung informasi yang ada di forum itu.
ReplyDeleteSama-sama. Coba deh kepoin FBnya Dr Pripim. Seru dan heboh. Jangan heran kalau debatnya di akun FB beliau terasa panas. Ambil aja ilmunya. Sedikit bocoran, kalau sedang seminar kemarin, Dr Piprim jauh dari kesan galak dan keras. :)
Delete