Habibie Ainun?
Siapa yang tidak terbius dengan film ini? Pertama kali lihat baliho
film ini di awal Desember di halaman SMA 2 Bandung, jalan Cihampelas.
Dalam hati, aku
langsung niat buat nonton film ini. Begitu film ini rilis di akhir
Desember, peminatnya luar biasa, antriannya mengular. Bayangkan, buat
nonton film yang tayang jam 15 saja harus rela mengantri sejak jam
12. Saya putuskan menunda sampai antriannya sedikit mereda, dan baru
hari ini kesampaian. Antriannya sudah lumayan ga seheboh hari-hari
sebelumnya hehehe.
Nah, Film ini
dimulai ketika seorang guru yang kesal karena tidak ada yang bisa
menjawab dengan benar hingga akhirnya beliau mencari Ainun. Ainun
yang cantik dan cerdas lalu menjawab pertanyaan guru, mengapa langit
berwarna biru? Dengan cerdas, Ainun lalu menjawab seperti ini :
"Cahaya
dan warna adalah gelombang. Masing-masing warna menyerap dan
memantulkan panjang gelombang tertentu. Ada yang gelombang panjang
dan ada yang gelombang pendek. Atmosfer langit bumi menghamburkan
panjang gelombang pendek. Warna biru adalah gelombang pendek dalam
spektrum cahaya. Oleh karena itu, langit akan tampak berwarna biru"
Jawaban
Ainun ini kemudian ditimpali dengan ramalan gurunya yang mengatakan
bahwa Ainun dan Habibie akan berjodoh. Habibie yang saat itu
masih gengsi malah menanggapi tantangan temannya untuk 'ngatain'
Ainun hitam, jelek seperti gula Jawa. Ainun jelas dibuat
terbengong-bengong dengan ucapan Habibie itu.
"Kalian
marahan, ya?" tanya teman Ainun.
Ainun
cuma tersenyum menggeleng.
Adegan
lalu berputar beberapa tahun kemudian saat Habibie dewasa sedang di
Jerman. Saat itu, Habibie yang akan mempresentasikan proyeknya
tiba-tiba jatuh dan harus dirawat di rumah sakit. Dalam keadaan sakit
ini, Habibie menunjukan nasionalismenya, Sambil menahan sakit,
Habibie menulis janji dalam selembar surat diiringi tetesan air
matanya.
Kurang
lebih isi suratnya seperti ini :
Terlentang!
Jatuh! Perih! Kesal!
Ibu
pertiwi, Engkau pegangan dalam perjalanan.
Janji
pusaka dan Sakti.
Tanah
tumpah darahku makmur dan suci
Hancur
badan tetap berjalan
Jiwa
besar dan suci membawa aku padamu
Habibie membuktikan
janjinya ini kemudian dengan melamar ke tanah air beberapa tahun
kemudian. Nah, sebelumnya saya ceritakan kejadian lucu saat Habibie
bertemu kembali Ainun di tanah air ya.
Saat itu, menjelang
Idul Fitri, Habibie bersama saudaranya disuruh orang tuanya untuk
mengunjungi orang tua Ainun di kawasan Ranggamalela. Awalnya, Habibie
menolak untuk masuk, tapi bosan menunggu akhirnya Habibie menyusul ke
dalam. DI dalam rumah inilah, Habibie terpesona melihat sosok Ainun
yang cantik, "gula jawa sudah berubah jadi gula pasir,"
selorohnya tidak bisa menahan kekaguman.
Chemistry di antara
keduanya langsung 'nyetrum'. Habibie yang datang kembali ke rumah
Ainun dengan menumpang becak cuma cuek saja saat menanggapi
pertanyaan seorang pelayan yang menanyakan di mana mobilnya. Beberapa
pesaing Habibie cuma melongo saat Habibie datang disambut ayah Ainun.
Sementara Ainun dan Habibie pergi, ayah Ainun dengan santainya
menyuruh kembali ke-empat pesaing itu untuk duduk kembali. Aku
tertawa ngakak pas liat adegan ini.
Di lain waktu, Habibie yang dipanggil Rudi mengatakan, "Mau ganteng atau tidak, kalau hatinya tidak satu frekuensi, bagaimana?"
Di lain waktu, Habibie yang dipanggil Rudi mengatakan, "Mau ganteng atau tidak, kalau hatinya tidak satu frekuensi, bagaimana?"
Singkat cerita,
Habibie dan Ainun akhirnya meningah dengan prosesi adat jawa. Ainun
pun akhirnya diboyong Habibie ke Jerman. Dalam pesawat yang sedang
mengudara itu, Habibie berjanji untuk membuatkan truk terbang yang
aman untuk Ainun.
Ada adegan yang
mengharukan di sini. Saat itu, keduanya sudah tinggal di Jerman, di sebuah apartemen yang mungil. Satu malam, salju turun dengan lebatnya. Sementara
Ainun yang tengah menunggu kedatangan suaminya sambil memasak sup.
Sementara itu, Habibie termangu saat memeriksa isi dompetnya tidak
cukup untuk membeli tiket kereta. Habibie lantas memutuskan pulang ke apartemen dengan berjalan kaki. Untuk melindungi kakinya, Habibie
melipat kertas dari tasnya untuk mengganjal sepatunya yang sudah
bolong.
Tiba di rumah, Ainun dibuat tercekat saat
mengetahui kaki suaminya lecet-lecet. Ia segera mengambil air hangat
untuk membasuh lukanya. Sementara itu, Habibie bertanya, "kamu
masak apa?"
"Masak sup,
tapi kelewat matang," lirih Ainun dengan nada menyesal.
"Kamu rebus
stetoskopmu pun akan kumakan," kata Habibie menghibur Ainun
sambil bercanda.
Dalam satu waktu,
saat Ainun ingin pulang ke tanah air karena tidak ingin membebani
Habibie, Habibie berusaha menguatkan Ainun untuk bertahan bersama di
Jerman. "Kita ini seperti gerbong kereta yang ada dalam
terowongan yang gelap. Tapi setiap terowongan itu ada akhir,
ada cahaya. Aku berjanji untuk membawamu ke sana."
Nah, Habibie
membuktikan janjinya untuk mengabdi di tanah air dengan mengirimkan
surat ke Korps (duh lupa heheheh), meski akhirnya ditolak, akhirnya
Habibie kembali mendapat panggilan saat era Suharto memimpin
Indonesia.
"Kenapa kamu
tidak pulang? Kamu mau buat apa? Kereta? Pesawat? Kita siapkan
semuanya untuk kamu," tantang seorang utusan dari kedutaan
kepada Habibie. Habibie menyambut tawaran ini meski untuk sementara
harus berpisah dengan Ainun yang menjadi dokter anak di Archan.
Ditengah
kerinduannya, Ainun menekan perasaan itu dengan mengungkapkan
penyesalannya sambil memainkan mainan anak-anak di tangannya. "Aku ini dokter anak, tapi anak sendiri tidak
bisa terurus." Nah, sisi kebapak-annya muncul di sini.
Habibie tidak berpikir picik yang menyerahkan sepenuhnya tanggung
jawab mengurus anak kepada istrinya seorang diri.
"Maafkan aku
yang tidak bisa membantumu mengurus anak-anak," kata Habibie
saat Ainun mengabari Thariq yang sedang sakit.
Habibie, selain
cerdas juga punya idealisme tinggi. Berkali-kali bujukan dan suapan
yang ditawarkan ditolaknya mentah-mentah, bahkan ketika seorang
perempuan cantik dan seksi datang menggoda, Habibie malah asik dengan
catatannya, tidak peduli sama sekali. Yang ada malah stafnya yang
panik melihat ulah tamu yang aneh itu dan segera menyeretnya keluar.
"Saya kembali
ke tanah air bukan untuk uang. Royalti saya dari sana sudah
cukup untuk makan. Kalau kamu mau ikut proyek, kamu bisa ikut
tender," tolak Habibie untuk kesekian kali.
Ainun yang mendengar kabar wanita penggoda
mengkonfirmasinya dengan bijak, “katanya ada yang kedatangan tamu
cantik, ya?”
Hmmm...
perlu kepala yang dingin dan hati tenang ya saat badai cemburu
mengusik? Ga mudah lho bisa bersikap setenang ini.
Tahun 1995,
akhirnya Habibie berhasil merampungkan pesawat anak negeri,
N250 - memenuhi janjinya 32 tahun yang lalu kepada Ainun - dan
berhasil dalam uji coba yang disaksikan oleh presiden Soeharto. Karir
Habibie terus menanjak hingga ia diangkat menjadi wakil presiden dan
lantas diangkat menjadi Presiden usai reformasi di bulan Mei 1998.
Habibie seorang
ilmuwan yang juga negarawan mencurahkan banyak waktunya untuk
memikirkan negara, hal ini membuat Ainun jengkel saat memintanya
tidur. Habibie yang tengah memikirkan solusi mengatasi konflik di
Timur Tengah tidak mengindahkan teguran Ainun untuk segera tidur.
"Kamu tidak
akan bisa memimpin negera ini dengan 180 juta badan, sementara kamu
tidak bisa memimpin badan kamu sendiri, istirahatlah" ujar Ainun
setelah membukakan pintu. Habibie mengangguk, menyerah dan
menyanggupi permintaan Ainun. Ainun lantas mendesah lirih, "Kamu
itu orang paling keras kepala dan paling sulit yang pernah aku kenal.
Tapi jika aku harus mengulang hidupku, aku akan tetap memilih kamu."
Usai referendum di
Timor Timur, Habibie memutuskan untuk tidak mencalonkan diri dalam
pemilihan Presiden. Keputusan Habibie ini disambut riang oleh Ainun.
Keduanya lalu kembali ke Jerman untuk berbulan madu. Habibie yang
sudah lama kembali ke tanah air tetap mendapat apresiasi dari warga
Jerman. Saat waktu makan tiba, seorang pelayan restoran menyapa
Habibie dan Ainun untuk mampir.
Kembali ke tanah
air, Ainun tidak bisa menyembunyikan kondisi kesehatannya. Fisiknya
ngedrop, serangkaian pemeriksaan menunjukkan Ainun dalam kondisi
gawat. Habibie yang panik segera membawa Ainun untuk berobat ke
Jerman. Lagi-lagi Ainun menunjukan rasa cintanya pada Habibie.
Disela-sela persiapan pengobatannya ke Jerman, Ainun masih sempat
untuk membuat daftar obat yang harus diminum oleh suaminya itu.
Habibie tidak mau
menyerah saat sahabat Ainun membujuknya untuk berhenti mengobati
Ainun. "Kasihan Ainun, dia sangat menderita. Biarkan dia
beristirahat."
Habibie menggeleng,
menolak untuk menyerah, ia ingin membayar pengorbanan Ainun yang merelakan banyak waktunya. "Ainun itu wanita yang kuat."
"Ainun tidak pernah merasa berkorban untukmu, ia sudah iklhas sejak memilihmu," sanggah sahabatnya itu.
Ainun
memang kuat, bahkan saat hendak shalat pun Habibie harus
membujuknya unuk shalat dalam keadaan terlentang. "Allah sudah
memberi keringanan."
Di saat-saaat
kritis, Habibie akhirnya bisa menemui Ainun yang terlentang lemah.
Beberapa pertanyaan Habibie yang mengkhawatirkan Ainun dijawab dengan
gelengan lemah.Lantas saat Habibie bertanya, "Kamu
mengkhawatirkan saya?"
Ainun mengangguk.
Adegan yang menyentuh ya. Diiringi air mata, akhirnya Habibie
mengikhlaskan kepergian Ainun.Di akhir film, muncul adegan saat
Habibie yang asli berziarah ke makan Ainun.
Secara keseluruhan,
banyak pesan moral yang tersirat dalam film ini. Tentang cinta, semangat pantang menyerah, pengabdian dan nasionalisme (ditengah-tengah maraknya para jenius dari negeri ini yang hengkang ke luar negeri dengan banyak alasan), kejujuran, kepercayaan diri dan banyak lagi. Bakal banyak sekali
"quote-quote" menyentuh yang bisa kita kutip. Secara
pribadi, aku suka kostum yang dipakai BCL saat Habibie pertama kali
datang ke rumahnya, sederhana tapi anggun. Pengen deh niru modelnya
dengan lengan yang panjang tentunya.
Meski demikian, ada
beberapa bagaian yang sedikit mengganggu. Habibie yang
diperankan oleh Reza Rahadian tidak terlihat banyak berubah di
usianya yang sudah cukup tua, cuma sedikit agak bungkuk dan beruban.
Sementara Ainun yang diperankan Bunga Citra Lestari cukup terlihat
menua dengan ukuran tubuh yang terlihat melebar, tapi wajahnya tetap
saja masih terlihat 30an. Make upnya kurang terlihat di sini. Satu
lagi, dalam adegan saat Ainun berpidato, ada audiens yang menghirup
miyak aroma terapi yang dibintangi oleh Agnes Monica itu lho.
Sepengetahuanku produk itu belum lama keluar ya? Well, Correct
Me if Iam Wrong.
Last but not Least,
gambaran rumah tangga yang harmonis itu ada, Habibie dan Ainun
memnbuktikan mampu mewujudkannya meski dengan banyak cobaan yang
menghadang. Masalahnya, tentu saja tidak semua orang menghadapi
cobaan yang sama.
Mengutip (lagi)
quote dari film Habibie Ainun : “Tanpa cinta, kecerdasan itu berbahaya, dan
tanpa kecerdasan, cinta itu tidak cukup.” Nah, apa yang dilakukan
keduanya membuktikan ungkapan itu.So, jadilah
pecinta yang cerdas dan seorang yang cerdas yang tulus mencintai.
O,ya
OSTnya asyik juga lho
saya sudah menonton film ini mbak. bagus banget :) tapi katanya lebih bagus novelnya daripada film.
ReplyDeleteIya, ga semua detil novel bisa diangkat ke layar lebar karena terbatas durasi.
DeleteYup, banyak quotes2 bagus.Pastinya ada detail di buku yang ga terrangkum semuanya di film.:)
ReplyDelete(k) ;((
ReplyDelete@rafika lintang ; Nih, pake tissuenya :)
ReplyDeleteBagus banget filmnya, sampai sekarang masih suka banget nonton film ini :D
ReplyDeleteLanjutkan dengan film Rudi Habibie, ya :)
DeletePak habibie, salah satu orang cerdas yang dimiliki Indonesia ya. adakah generasi sekarang yang bisa seperti beliau?
ReplyDeleteInsya Allah ada, Mbak. Banyaaak. :)
Delete